Tag: hubungan bilateral china as

Perang Geopolitik Tiongkok–Amerika Serikat 2025: Eskalasi, Strategi, dan Dampaknya

Perang Geopolitik Tiongkok–Amerika Serikat 2025

Tahun 2025 menandai babak baru dalam rivalitas geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Ketegangan yang telah berlangsung selama dekade terakhir kini mencapai titik kritis, dengan eskalasi di berbagai bidang, termasuk perdagangan, teknologi, keamanan regional, dan diplomasi global. Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada Januari 2025 memperkuat pendekatan konfrontatif terhadap Tiongkok, sementara Presiden Xi Jinping merespons dengan strategi domestik dan regional yang agresif.

Perang Dagang: Tarik Ulur Tarif dan Retaliasi

Perang dagang antara kedua negara kembali memanas. Pada awal 2025, pemerintahan Trump memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap impor dari Tiongkok, dengan alasan kurangnya tindakan Beijing dalam mengatasi pasokan prekursor fentanyl yang masuk ke Amerika Serikat. Tiongkok membalas dengan tarif 34% terhadap semua impor dari AS, yang kemudian meningkat menjadi 125% sebagai respons terhadap ancaman tarif tambahan dari AS.

Langkah-langkah ini berdampak signifikan pada perdagangan global, mengganggu rantai pasok dan meningkatkan ketidakpastian ekonomi. Beijing juga membatasi ekspor mineral langka yang penting bagi industri teknologi tinggi, serta mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas tindakan AS.

Strategi Ekonomi Tiongkok: Adaptasi dan Stimulus Domestik

Menghadapi tekanan eksternal, Tiongkok mengadopsi strategi ekonomi yang berfokus pada adaptasi dan penguatan domestik. Presiden Xi Jinping menyetujui perlunya tindakan untuk menyesuaikan struktur di bidang ekonomi untuk menanggapi perubahan global dengan cara memberikan target pertumbuhan sampai 5% pada tahun 2025. Langkah-langkah yang diambil termasuk peningkatan tunjangan pengangguran, dukungan finansial untuk perusahaan, dan stimulasi permintaan domestik.

Selain itu, Tiongkok berupaya memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga melalui Konferensi Pusat tentang Pekerjaan Terkait Negara-Negara Tetangga, yang menekankan pentingnya stabilitas regional dan kerja sama ekonomi.

Keamanan dan Taiwan: Ketegangan yang Meningkat

Isu Taiwan tetap menjadi titik panas dalam hubungan Tiongkok-AS. Laporan dari Kantor Direktur Intelijen Nasional AS mengatakan bahwa negara China mungkin akan melakukan penekanan kepada Taiwan pada tahun ini dengan cara melakukan taktik “grey zone” dan memberlakukan aktivitas militer. AS, di sisi lain, memperkuat dukungan militernya di kawasan Indo-Pasifik, meningkatkan kerja sama dengan sekutu seperti Jepang dan Australia.

Persaingan Teknologi dan “Made in China 2025”

Program “Made in China 2025” tetap menjadi sumber ketegangan, dengan AS melihatnya sebagai ancaman terhadap dominasi teknologi dan keamanan nasionalnya. AS memberlakukan pembatasan investasi dan ekspor teknologi ke Tiongkok, serta mendorong “decoupling” teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada rantai pasok Tiongkok.

Sebagai respons, Tiongkok mempercepat pengembangan teknologi domestik dan mencari pasar alternatif di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Diplomasi dan Upaya Deeskalasi

Meskipun ketegangan meningkat, kedua negara menunjukkan keinginan untuk mencegah konflik terbuka. Pertemuan diplomatik dan saluran komunikasi tetap dibuka, dengan fokus pada isu-isu seperti perdagangan, keamanan, dan perubahan iklim. Namun, ketidakpercayaan yang mendalam dan perbedaan kepentingan strategis membuat proses deeskalasi berjalan lambat.

Dampak Global dan Peran Negara Lain

Ketegangan antara Tiongkok dan AS berdampak luas pada ekonomi dan politik global. Negara-negara berkembang menghadapi dilema dalam memilih mitra strategis, sementara ekonomi global mengalami volatilitas akibat gangguan perdagangan dan investasi. Organisasi multilateral seperti WTO dan G20 berupaya memediasi dan mendorong dialog antara kedua kekuatan.

Kesimpulan: Jalan Menuju Masa Depan

Perang geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat pada tahun 2025 menunjukkan kompleksitas hubungan antara dua kekuatan besar dunia. Sementara persaingan di berbagai bidang terus berlanjut, terdapat juga upaya untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Masa depan hubungan ini akan sangat bergantung pada kemampuan kedua negara untuk menyeimbangkan kepentingan nasional dengan kebutuhan akan stabilitas global.